4.13.2009

Sego Segawe


KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO / Kompas Images

Ribuan pelajar dan pegawai negeri sipil bersepeda bersama pada peluncuran program Sego Segawe (Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe) di Alun-alun Utara, Yogyakarta, Senin (13/10)

Nyaris mustahil sebenarnya untuk mengisi jalan-jalan Kota Yogyakarta dengan sepeda seperti era 1980-an silam.... Polusi begitu dahsyat dan mentari amat menyengat pada zaman ini. Namun, Senin (13/10) pagi, Pemerintah Kota Yogyakarta tetap menggebrak dengan program Sego Segawe. Kompas, Selasa, 14 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Irene Sarwindaningrum dan Erwin Edhi Prasetya

Sego Segawe singkatan dari Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe. Artinya, sepeda untuk bersekolah dan bekerja.

Sego Segawe yang diluncurkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono (HB) X bersama Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta itu diproyeksikan menjadi gerakan pemicu. Bersepeda itu perlu dan asyik. Gerakan ini diikuti ribuan pelajar dan karyawan di DIY.

”Sepeda adalah kendaraan yang layak dihormati. Jalanan di Yogyakarta harus menjadi milik sepeda. Tetapi, saya, kami, butuh dukungan dari semua,” kata Herry di depan ribuan siswa SD-SMP dan pegawai Pemkot Yogyakarta. Herry berharap pelajar Yogyakarta kembali mencintai sepeda dan bersepeda demi kesehatan badan serta kelestarian alam. Bersepeda itu ”gaul”, bukan ndeso dan kuno.

Di lingkungan Pemkot Yogyakarta, imbauan bersepeda sudah kencang disuarakan sejak Mei. Setiap Jumat, PNS yang tempat tinggalnya berjarak kurang atau persis 5 kilometer dari kantor diimbau bersepeda.

Untuk pelajar, Pemkot Yogyakarta memberi asuransi bersepeda jika mereka mengalami kecelakaan di jalan. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Syamsury, aturan mainnya segera akan disatukan dengan peraturan wali kota. ”Sedang kami pikirkan pula, karyawan pun dapat asuransi. Tujuannya agar pengendara sepeda nyaman.”

Karena itu, sekolah, para guru, dan para pelajar bergabung dengan Sego Segawe, membentuk klub-klub sepeda.

Bagi sebagian siswa, bersepeda bukan hal baru. Irvan Faturahman, siswa SMPN 7 Yogyakarta, melahap jarak 3 kilometer untuk ke sekolah. Jadi, pergi-pulang ia menggenjot sepeda sejauh 6 kilometer. Nah, suhu udara yang sekarang kian panas itulah menjadi ujian beratnya bersepeda. Saat pagi, udara masih sejuk sehingga bersepeda cukup nyaman. Namun, saat jam pulang sekolah, matahari benar-benar ganas. ”Tambah jadi tak menyenangkan karena motor berseliweran kencang dan main klakson. Belum lagi asap bus yang pekat,” kata Irvan. Ia dan sepedanya pernah jatuh terserempet motor.

Firman Indra Andika, siswa kelas X (kelas 1) SMAN 1 Yogyakarta, selalu bersepeda ke sekolah meski punya sepeda motor. Jarak rumah ke sekolah hanya 3 km dan ditempuh selama 15 menit. Agar tidak terlambat masuk sekolah, ia selalu berangkat pukul 06.15. Sampai di sekolah, ia punya banyak waktu untuk mendinginkan badan dan mencuci muka biar segar. ”Saya sudah biasa,” ucapnya.

Kaum muda mengaku paham sisi positif bersepeda, tetapi alasan kepraktisan membuat banyak siswa menengah atas di Kota Yogyakarta lebih menjatuhkan pilihan ke sepeda motor. Yan Fernanda (16), siswa SMA misalnya, selalu mengendarai sepeda motor ke sekolah meski memiliki sepeda. ”Naik motor lebih cepat, tidak capek,” ujarnya.

Hendrie Adji Kusworo, Pelopor Komunitas Sepeda Hijau Universitas Gadjah Mada (UGM)—gerakan bersepeda di lingkungan Kampus UGM— mengatakan, bersepeda ke sekolah dan ke tempat kerja sudah saatnya dilakukan karena alasan polusi udara, pemanasan global, penghematan, dan demi kesehatan masyarakat.

Namun, gerakan bersepeda butuh dukungan penyediaan infrastruktur keselamatan dan kenyamanan, misalnya lajur khusus sepeda. Ini tersedia di seluruh wilayah Kota Yogyakarta.

Jalur sepeda yang ada di Yogyakarta baru jalur yang menghubungkan lima kampus besar, yakni UGM, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Sanata Dharma, dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, yang kebetulan kampusnya saling berdekatan.

Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Darmaningtyas malah menilai kebijakan menggalakkan kembali bersepeda itu tidak jelas karena menekankan sosialisasi tanpa disertai penyediaan sarana yang menciptakan kenyamanan bersepeda. ”Mestinya, sediakan dulu sarananya, baru sepeda digenjot,” kata Darmo, panggilan akrabnya.

Namun, ia optimistis, program bersepeda kali ini punya peluang berhasil. Sebab, menurut survei ITDP, jumlah pengendara sepeda di Kota Yogyakarta sekitar 41.025 orang tahun 2006. Diperkirakan jumlah mereka tumbuh 15 persen per tahun.

Apa sebenarnya yang bisa kita raih jika Yogyakarta kembali menjadi kota sepeda seperti zaman baheula? Yang paling mendasar sebenarnya cuma mengembalikan spirit Kota Yogyakarta: jiwa sederhana, hemat, dan tekun saja....

0 komentar:

Posting Komentar

 

Tentang gw

Foto saya
Tangerang, Banten, Indonesia
saya anak Smk Negeri 2 Kota Tangerang yang ingin menjadi seseorang yang berrguna....

pembaca setia

===>> Perhatian !! terima kasih atas kunjungannya, saya membolehkan copas ( copy paste) asalkan memberikan link sumber dari blog ini yaitu http://loveuyuliana.blogspot.com dan blog ini setiap minggunya pasti di update, Tinggalkanlah jejak agar saya dapat mengunjungi anda<<===